6/14/10

Marginalisasi versus Dominasi Dalam Film Horor Indonesia

Membicarakan perempuan dan film (dalam tulisan ini, dikhususkan pada film horor) adalah sesuatu hal yang mungkin tidak akan ada habisnya. Bagaimana tidak, dalam sejarahnya, perempuan selalu saja menjadi objek jualan dari para pelaku bisnis film. Hal ini tentu tidak bisa serta merta dikatakan salah. Mengutip teori permintaan yang berbunyi –produksi naik ketika permintaan pasar meningkat. Itulah yang terjadi pada film horor di Indonesia dari masa ke masa. Selain atas alasan pasar, faktor kultur masyarakat Indonesia yang begitu lekat dengan unsur mistik dan klenik tidak bisa dilupakan begitu saja.
Bangkitnya gairah film bergenre horor diawali dengan hadirnya film Beranak Dalam Kubur pada era tahun 70-an, yang juga mengantar Suzzana -kemudian dijuluki sebagai “Ratu Film horor Indonesia” karena perannya pada puluhan film horor Indonesia, seolah menjadi tolok ukur genre pasar saat itu. Sehingga akhinya, sampai saat ini film horor Indonesia tidak bisa terlepaskan dari sosok perempuan sebagai poin sentral dalam ceritanya. Dengan latar cerita yang merupakan adopsi dari legenda-legenda rakyat zaman dulu. Sebut saja film Nyi Blorong, Ratu Pantai Selatan, Mak Lampir serta Sundel Bolong sebagai contoh.

Memasuki era tahun 90-an, ditengah lesunya atmosfer perfilman Indonesia yang berorientasi pada edukasi dan peningkatan kualitas, film horor ternyata masih mampu medominasi. Tentunya, masih dengan sosok perempuan sebagai jualan utamanya. Dengan sentuhan sex dan birahi sebagai bumbu pelaris film tersebut.
Mengenai tema, bisa dikatakan bahwa film horor Indonesia sejak awal kebangkitannya hanya berada pada satu jalan cerita yang linier. Ceritanya hanya didominasi oleh sosok perempuan yang lemah dan tertindas oleh dominasi kaum pria pada masa hidupnya. Kemudian, mereka (perempuan) hanya mampu melakukan pembalasan dendam ketika sudah meninggal dengan menjadi roh gentayangan yang mengganggu pria tersbut. Sampai akhirnya pria itu mati secara mengenaskan.
Sampai pada saat ini, film horor masih menjadikan perempuan beserta seluruh unsur yang melekat (wajah, tubuh, rambut) sebagai selling point-nya, bahkan dengan lebih vulgar dan berani. Belakangan, unsur komedi masuk sebagai bumbu pemanis melengkapi unsur sex yang sudah ada sebelumnya.

Posisi Perempuan dan Laki-Laki
Ketika kita membicarakan film, istilah representasi adalah hal yang sangat sering kita dengar dan tidak terpisahkan. Representasi biasanya berkaitan dengan gender, agama, kelas sosial, paham politik dan sebagainya. Begitu juga dengan film horor Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, representasi yang biasa terbangun dalam cerita film-film horor Indonesia adalah tentang perempuan dan laki-laki serta agama. Pembahasan ini akan dikhususkan pada represenasi perempuan dan laki-laki pada film-film horor made in Indonesia.
Jika diamati, kita akan menemukan representasi yang unik terhadap perempuan dan laki laki dalam mayoritas film horor Indonesia, dimana perempuan selalu menjadi tokoh hantu yang selalu bergentayangan menuntut balas kepada lelaki yang dulu pernah berbuat jahat kepada si perempuan/hantu. Sangat jarang kita melihat laki-laki dijadikan sebagai sosok hantu yang bergentayangan mengganggu kehidupan manusia.
Sosok perempuan, selalu mendapat tempat sebagai kaum marginal yang tidak mampu melakukan perlawanan terhadap dominasi kaum laki-laki, yang bertindak sebagai tokoh antagonis yang menindas. Setelah tokoh perempuan mati akbiat penindasan tersebut, barulah terjadi transcoding. Dimana perempuan, yang sebelumnya menjadi tokoh protagonis berbalik mengambil peran antagonis melakukan aksi balas dendam kepada laki-laki.
Uniknya, sosok hantu yang dilekatkan pada perempuan itu selalu berada dibalik paras yang cantik dan tubuh yang seksi. Yang kemudian menjadi pemikat tokoh antagonis (laki-laki) untuk mendekat dan masuk ke dalam ajang balas dendam si hantu. Tubuh seksi dan wajah cantik inilah yang kemudian menjadi selling point-nya. Sehingga, untuk meningkatkan apresiasi pasar, tubuh perempuan dieksploitasi habis-habisan. Dengan bersembunyi dibalik sosok hantu tersebut.

No comments: